Jumat, 01 Agustus 2014
Bagi
yang suka anime atau Jpop pasti sudah terbiasa mendengar percakapan atau lirik
lagu dalam bahasa Jepang. Mungkin kita tidak akan menemukan sesuatu yang aneh
dari apa yang kita dengar, akan tetapi berbeda setelah kita mulai mempelajari bahasa
Jepang itu sendiri.
Saya
pun menemukan keanehan setalah mempelajarinya. Seperti yang kita ketahui -setelah
sedikit mempelajari- bahasa Jepang tidak memiliki huruf L dalam perbendaharaan
kata. Itulah mengapa setiap bahasa asing yang mengandung bunyi L apabila
diserap ke dalam bahasa Jepang akan berubah menjadi R. Seperti contoh kata ‘Hotel’
akan menjadi ‘Hoteru’ apabila diucapkan maupun ditulis dalam katakana bahasa Jepang.
Jika demikian maka mengapa sering kali kita mendengar percakapan bahasa Jepang
yang seolah terdengar seperti L?
Misalkan
dalam lagu Tokyo yang dinyanyikan oleh Yui, kata ‘bakari’ terdengar menjadi
‘bakali’. Atau judul lainnya ,Hello, lirik あなたきっと わらうでしょう?
‘anata kitto warau desho?’ kata ‘warau’ terdengar menjadi ’walau’. Dan masih
banyak lagi contoh lainnya.. (saya pilih contoh diatas karena lagu yang sering
saya dengar)
Nah,
setelah itu maka akan terpikir mengapa bunyi L muncul dalam percakapan –atau
lagu- Jepang padahal konsonan L tidak ada dalam kosakata bahasa Jepang? Jawaban-jawaban berikut ini tidak bersifal mutlak.
Saya buat berbagai kemungkinan berdasarkan kesimpulan setelah mencari,
bertanya, dan mengamati langsung dari penutur aslinya.
Pertama.
Faktor bahasa jepang itu sendiri.
Menurut
yang saya baca di internet, ternyata dalam bahasa Jepang pengucapan konsonan R
tidak sama persis seperti bahasa kita, atau lebih tepatnya tidak setebal dan
sejelas seperti yang biasa digunakan dalam bahasa Indonesia. Karena
pelafalannya sedikit lebih halus maka sering kali pengucapannya seolah berada diantara bunyi R dan L.
Kemudian
menurut yang saya dengar dari salah seorang peneliti bahasa Jepang, bunyi R dan
L dalam bahasa Jepang tidak terlalu dibedakan. Sehingga hal tersebut menjadi
pilihan penuturnya apakah ingin
melafalkan seperti bunyi R pada umumnya ataukah dengan sedikit masuk pada bunyi
L. Tidak ada batasan yang jelas, sebab masyarakat Jepang sendiri sudah terbiasa
dan tetap dapat memahami makna dari ucapan penutur.
Kedua.
Sebagai ‘pamer’ atau hal yang keren.
Atau
mungkin dapat diartikan begini, karena
dalam bahasa Jepang tidak terdapat konsonan L maka tidak akan ada pula kosa
kata bahasa Jepang yang mengandung bunyi L. Otomastis pengguna bahasa Jepang tidak
membutuhkan bunyi L itu sendiri. Namun hal tersebut bukan berati orang Jepang
tidak dapat melafalkan konsonan yang berbunyi L, ada beberapa yang dapat
mengucapkannya dengan fasih sehingga sering kali sang penutur menunjukkan
kemampuannya dengan melafalkan konsonan R seolah terdengar seperti L. Ditambah
lagi orang jepang tidak pandai bahasa Inggris, karena komponen penyusun kata
dalam bahasa Jepang memiliki bunyi yang jauh berbeda dengan bahasa Inggris
sehingga untuk berbicara menggunakan bahasa Inggris, orang Jepang pasti
mengalami kesulitan. Salah satunya karena mereka tidak dapat mengucapkan bunyi
L. Karena itulah apabila ada diantara mereka yang dapat melafalkan bunyi L
dengan baik maka ada sedikit kebanggaan sehingga ingin ditunjukkan pada orang
lain.
Ketiga.
Terdengar lebih unik dan kawaii.
Memang
sih, ketika mendengar beberapa lirik lagu yang dinyanyikan agak menyerempet ke
pelafalan L maka akan terdengar lebih kawaii. Hal tersebut juga jadi semacam ciri
khas atau keunikan tersendiri dalam lagu yang dinyanyikan. Tapi kalau penyanyinya
pria? Apa juga kawaii..? haha, kembali ke alasan di awal, gaya semacam ini
untuk menambah nilai ‘keren’ penuturnya.
Keempat.
Pengaruh lingkungan sekitar.
Tambahan
lagi, berdasarkan pengalaman saya sendiri. Di kampus saya ada dua orang dosen
asli Jepang, dosen pertama menggunakan gaya bahasa Jepang pada umumnya, bunyi R
terdengar jelas atau sama sekali tidak melafalkan R sebagai L. sedangkan dosen
kedua terkadang melafalkan bunyi R sebagai L. Bagi saya tidak masalah, dan
justru memang terkesan unik, lucu, juga kawaii (padahal dosennya bapak-bapak,
hehe). Setelah saya ambil kesimpulan bisa jadi juga perbedaan pelafalan timbul
karena perbedaan tempat tinggal atau daerah asal. Dosen pertama tadi berasal
dari Kyoto, dimana Kyoto merupakan salah satu kota yang masih erat akan tradisi
dan kental akan budaya. Yah, dapat dikatakan seperti Solo atau Jogja-nya
Indonesia. Sedangkan dosen yang kedua (maaf saya lupa nama kotanya) berasal
dari daerah yang lebih moderen.
Nah..
demikian beberapa alasan mengapa konsonan R dalam bahasa Jepang sering
terdengar seperti L. Bukan karena teling kita yang bermasalah, tapi memang
karena banyak faktor yang menyebabkan ‘gaya’ semacam itu. Semoga bermanfaat!
Ini salah
satu sumbernya..
http://bahasa.kompasiana.com/2014/05/29/perlu-dan-telur-bikin-kacau-orang-jepang-660900.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
Mantap... Nice one!
Bagus. Kesimoulan nya berdasar dan logis. Sukses ka
Posting Komentar